Ya Tuhan, begitu perih hati ini, benar-benar sakit sekali rasanya, aku hanya bisa menangis dan menutupi kepalaku dengan bantal kepala. Yang kupikirkan saat ini hanyalah ingin mengeluarkan rasa sakit yang ada dihati ini, semoga dengan keluarnya air mataku ini, rasa sakitku ikut keluar. Perkenalkan namaku Vera, aku ingin menceritakan kisah hidupku yang sangat menyedihkan ini.
Suatu hari, ayah tiba-tiba memarahiku dengan kasar hanya karena masalah kecil, aku merusaki map buku ayah. Emang itu semua salahku, tetapi aku tidak sengajak merusaknya. Aku sangat ingin minta maaf kepadanya, tetapi aku hanya bisa diam saja, karena ayah sudah memukulku dengan map bukunya yang rusak itu. Map bukunya memang tidaklah sakit, tetapi ujungnya kena dibadanku dan akhirnya ayah melempar map bukunya kearah dengan sangat keras, aku hanya bisa menjerit dalam hati dan ingin sekali minta pertolongan. Aku tidak bisa bicara sama sekali, karena melihat keemosian ayah yang sangat besar itu.
Badanku semua memar dan bengkak, dan aku hanya bisa memegang badanku yang memar itu, namun ayah tidak memperdulikannya dan dengan rasa emosinya, dia tidak berhenti untuk memakiku dan memarahiku dengan membentakiku. Ibuku tidak bisa melakukan apa-apa, namun aku melihatnya seakan-akan dia mendukung ayahku, dan yang kupikirkan saat ini adalah ibuku menyetujui tindakan yang ayah lakukan padaku. Setelah emosi ayahku menurun, dia meninggalkanku begitu saja, dan aku langsung masuk ke kamarku. Lalu aku menuju ke kaca dan melihat badanku yang semuanya memar dan membengkak karena map buku ayahku. Aku hanya bisa menangis, dan terus menangis tanpa henti. Dan aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan, "ya Tuhanku, apakah ini maumu padaku ya Tuhan, aku sudah tidak sanggup dengan semua ini, aku hanya mohon padamu, ambillah nyawaku sekarang, aku ingin mati ya Tuhan, aku capek dengan semua yang terjadi di rumah ini, tidak ada yang menyayangiku selama ini" dan karena menangis terlalu lama, aku pun tertidur.
Esoknya aku terbangun karena alarm yang kuatur jam 5 berbunyi kencang, dan tidurku sangatlah tidak nyenyak karena mimpi burukku tentang pukulan ayahku semalam. Lalu aku mandi, dan langsung berangkat ke sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu. Di sekolah aku memiliki seorang sahabat, namanya adalah Angelin, dia orangnya ramah, dan tidak pandai berbaur dengan yang lainnya, kadang-kadang akupun merasa dia bukanlah sahabatku, namun kini dia juga sudah berubah karena dia telah mendapatkan sahabat barunya, karena kami sudah pisah kelas sewaktu kenaikan kelas dulu. Saat itu kami juga agak jarang berbicara, sahabatnya adalah teman sekelasnya, dan mungkin dia sangatlah sempurna dimata Angelin, karena Angelin sudah melupakanku yang dulu kami selalu bersama-sama.
Kini aku hanya menyendiri di keramaian orang-orang di sekolahku. Dan sewaktu kami berpas-pasan, dia seakan-akan tidak melihatku sama sekali, aku merasa aku tidak dianggap lagi oleh nya, sangat sedih sekali kehidupkanku ini. Dikelasku pun semua mempunyai teman masing-masing. Sewaktu di kelas, tiba-tiba ada yang datang padaku dan berkata "oi Ver, jangan alay donk, bisa ga? Males gue lihat lu" kata Cyntia padaku. Aku hanya terdiam dan tidak ingin bermasalah dikelas. Lonceng istirahatpun berbunyi, aku langsung pergi ruang atas, dimana tidak ada orang yang datang kemari. Aku mengurung diri sambil berdoa, "Ya Tuhanku, aku hanya ingin minta satu permintaan, tolong kuatkan aku dari semua cobaanmu ini ya Tuhan," akupun mulai menangis.
Tiba-tiba ada yang datang ke ruang ini, padahal setahuku tidak pernah ada yang datang kemari, karena dulu ini tempat aku bermain-main dengan Angelin. Dia berkata "Ver, kok nangis sih? sapa yg buatin lu nangis?" Vita mengagetkanku. "Aku tidak apa-apa kok, air mata ini mengalir sendiri, aku pun tak tau kenapa". Vita adalah orang yang paling ramah dan tidak mempunyai teman di sekolah, dia ingin sekali dekat denganku dulu, tetapi aku sudah mempunyai Angelin, namun kini dia selalu menemaniku disaat aku sedih, betapa bodohnya aku dulu, mengapa tidak berteman dengannya. "Ya uda yuk, balek kelas, daripada disini aja, lonceng pun dah bunyi tuh" dia mengajakku, "yukk" balasku.
Sewaktu lonceng pulang sekolah berbunyi, aku pun menuju ke parkiran dan langsung pulang dengan mobil jemputan. Sewaktu sampai di rumah, aku langsung berdoa "Ya Tuhan, semoga hari ini tidak ada cobaan lagi". Lalu aku masuk ke rumah dan langsung ke kamar untuk mandi, terus makan siang lalu tidur. Sampai saat ini belum ada cobaan dari Tuhan sama sekali, lalu akupun belajar untuk ulangan besok. Namun ayah sudah pulang ke rumah, tiba-tiba dia langsung ke kamarku untuk melihat apa yang sedang kulakukan, dan dia marah lagi, hanya karena tulisanku agak sedikit jelek. Dan mengambil penggaris yang ada dimejaku lalu memukulku lagi. Badanku yang memar semalam jadi berdarah. Ayah memakiku "anak bodoh, ga pintar nulis? Ini tulisan orang SLB!!!!" Aku berdoa dalam hati, dan minta Tuhan untuk menolongku. Namun akupun pingsan sewaktu ayah terus memukulku.
Aku dibawa ke rumah sakit, sewaktu aku sadar, aku heran, ini bukanlah kamarku "Aku dimana ini? Kok kayak ruang rumah sakit?" tanyaku pada ibuku yang ada disampingku. Mamaku nangis dan minta maaf padaku, ayahku juga ikut minta maaf padaku, dan dia juga menangis. "Sudahlah, lupakan saja semua masalah yang sudah terjadi, kan sudah terjadi, jadi mau dibilang apalagi, jangan nangis lagi ya" pintaku pada mereka. Tiba-tiba ada yang menarikku keatas, sakit sekali rasanya. Apakah ini petanda bagiku. Dan matakupun berbayang-bayang, yang kudengar hanyalah jeritan ibuku. "Tuhan tolong aku, ada apa denganku saat ini, mengapa semuanya gelap" jeritku dari dalam hati. lalu akupun tidak sadarkan diri. Lalu keesokan harinya aku tidak menduga dan terkejut karena melihat sahabat baikku yang sangat kusayangi, Angelin bisa datang menjengukku. tetapi aku hanya bisa melihatnya sebentar, karena aku langsung masuk ke ruang operasi. Setelah masa kritisku sudah teratasi, aku sekarang sudah bisa tersenyum kembali karena mereka semua tiba-tiba baik padaku dan tidak pernah ada hal seperti dulu lagi. Ayahku pun tiba-tiba sangat menyayangiku. Ini hanyalah cobaan bagiku, namun yang kudapatkan adalah kebahagiaan terakhirnya. Terima kasih Tuhan, Engkau sudah memberikan aku pengalaman hidup dan cobaan. Namun kini Engkau sudah mengembalikan kebahagiaanku. Aku tidak akan pernah melupakanmu ya Tuhan. Terima kasih. Sahabatku pun sudah kembali padaku dan kami setiap hari bermain bersama kembali seperti dulu.
-END-
0 comments:
Post a Comment