Dari waktu aku masih kecil sampai sekarang aku sudah tumbuh dewasa, aku benar-benar penasaran dengan pertanyaan, kenapa kita tidak seperti burung yang bisa terbang kemana-kemana dengan bebas atau seperti bulan yang bentuknya sangat banyak, selain itu bumi yang bisa berputar-putar. Apa kalian ga penasaran dengan ini semua? Kenalkan namaku Septi. Ada seseorang yang selalu melihat itu semua sambil termenung, dan dia pernah bertanya padaku, namanya adalah Viki, sewaktu dia melihat ke langit, dan melamun, aku menjeritinya dan bertanya padanya dengan pertanyaan yang biasa dia tanyakan pada kami. " bagaiaman bisa bumi itu berputar?"
Dia masih melamun, dan tidak mendengarkan aku, aku hanya bisa sabar saja dan aku mengatakan, "aku sempat berbincang sama bu guru tentang bumi berputar ini. Dan kamu tahu apa yang dijawab ibu guru"
"Septi, coba liat deh tuh awan diatas, mirip Luna ya?" tanya Viki padaku. Aku langsung terdiam karena omongan kami tidak nyambung sama sekali daritadi. Dan aku hanya bisa menghela nafas karena akhir-akhir ini dia selalu membahas tenang Luna. Aku langsung pindah posisi dan menghadap Viki. Aku melihat bola matanya yang gelap, dan aku mencoba untuk menyentuh tangannya, namun Viki sama sekali tidak sadar dengan semua itu. Lalu aku langsung bertanya padanya "Viki, kapan kamu mau melupakan dia? Apa ga bisa lupa dengan dia ya?" Namun dia tidak menjawab pertanyaanku, dan aku kaget sewaktu dia mengatakan dia bisa mendengar suara Luna, lalu Viki menatap mataku sambil bertanya "kenapa sih septi?" "Aku hanya ingin menanyakan kapan kamu bisa melupakannya? Karena aku sudah tidak bisa membohongi diriku sendiri yang cinta padamu" tanyaku kembali pada Viki. Dia dengan santai menjawab "ga tau, Septi, mungkin susah melupakannya".
"Jadi buat apa aku jadi pacar kamu kalau kamu masih mengingatnya!!!!" Aku spontan emosi dan membentak Viki. "Sekarang pacar kamu bukan Luna Angelin, tetapi Septi Mayangsari!!!!" Lanjutku padanya. "Iya,iya" ujarnya "tapikan dari awal kamu yang bilang padaku bahwa kamu mau membantuku untuk melupakannya." "sori ya, Viki, kayaknya aku tidak bisa membantumu kalau kamu sama sekali tidak ada rasa untuk mencoba walaupun sedikit harapanku untuk membantumu." Jawabku padanya.
"Maaf ya, Septi, aku begini kaarena aku sangat terluka, Luna pergi begitu saja padahal kami sudah 10 tahun berpacaran, tetapi dia meninggalkanku hanya dalam hitungan detik."
Aku tidak bisa berkata apa-apa sewaktu dia mengatakan begitu. Sesudah hening agak lama aku lanjut bertanya padanya "Jadi sekarang apa yang kurasakan tidak sama dengan kamu ya, Viki? Kamu mengingatnya padahal kamu sudah menjadi pacarku, kayaknya itu lebih menyakitkan. Aku setiap hari bersamamu, aku ini pacarmu, tapi kamu bisa mengingat Luna, coba kamu bayangin siapa yang lebih sakit hati saat ini?" Aku hanya ingin mengambil hak ku, karena kami pacaran seperti tidak pacaran saja. "Kamu tidak pernah berpikir untuk mencoba menganggap aku ini pacarmu yang sebenarnya saat ini, Viki?" Viki sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Aku sudah sangat emosi dengan semua ini dan tidak tahan lalu aku membentaknya "JAWAB VIKI!!".
"Septi, maafkan aku ya, aku kayaknya sudah tidak berani bermain dengan yang namanya cinta" Ujar Viki, "kamu harus berani dan putus cinta bukan menjadi alasan untuk berhenti jatuh cinta lagi pada orang lain" aku meyakinkannya. "Susah kayaknya,Septi, aku tidak bisa lagi" Viki menjawab dengan pasrah dan tidak bersemangat. "Viki, aku disini siap untuk mendukungmu dan mencintaimu dengan tulus, kamu harus berani." kataku.
Yuda dengan sangat pasrah menjawab "Septi, biarlah waktu yang akan menjawab semua pertanyaanmu ini" lalu dia menghadap membelakangiku. Akhirnya air mataku mengalir dan membasahi pipiku, aku tidak bisa menahannya lagi, Aku hanya ingin tahu sampai kapan aku bisa mengertinya, karena dia tidak pernah mengerti perasaanku sama sekali. Apa aku harus meninggalkannya, tetapi aku terlanjur mencintainya sejak dulu sekali sebelum dia berpacaran dengan Luna. Hatiku benar-benar sangat hancur. Dan air mataku tidak bisa berhenti mengalir. Tolong coba mengerti perasaanku Viki.
0 comments:
Post a Comment